RSS

Sabtu, 04 Januari 2014

Kuliah Umum Bertema 'Integrasi Nilai-nilai Islam, Budaya, dan Kebngsaan" Oleh Kanjeng Gusti Haryo Puger" Keraton Surakarta

Rahasia Dibalik Gelar dan Nama
Kuliah umum bersama Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger dengan tema “Integrasi nilai-nilai agama, Budaya, dan kebangsaan” ini bertempat di komplek belakang (alun-alun kidul) dari keraton Surakarta. Kuliah umum tersebut berlangsung pada tanggal 07 desember 2013 pada pukul 09.00 WIB. Uliah umum tersebut dipandu langsung oleh salah satu mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris fakultas Humaniora. Meski terdapat ketidak sesuaian antara waktu pelaksaaannya dengan yang diagendkan, kami masih mendapat sambutan hangat dari Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger.
Diawal perkuliahan umum, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger memperkenalkan diri serta memberikan penjelasan singkat mengenai nama serta gelar yang Beliau sandang. Seperti para keturunan darah biru lainnya, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger memiliki lebih dari satu nama. Nama kecil Beliau adalah Gusti Raden Suryo Bandono. Beliau menjelaskan dengan detail masing-masing kata dati namanya tersebut. ‘Gusti’, gusti disini memiliki arti Bagusi ati, disini beliau menjelaskan bahwa untuk menjadi putra raja dia harus memiliki kebaikan hati. ‘Raden’ raden disini memiliki arti sebagai tanda marga. Gelar selanjutnya adalah ‘mas, beliau memberi penjelasan bahwa kata mas disini berarti logam, dalam unsur periodik kimia, mas termasuk dalam logam mulia. Sehingga kata mas bisa berarti mulia. Suryo, suryo disini berarti matahari. Beliau menjelaskan nama suryo disini, diharapkan bisa menjadi penerang, madhangi dalan. Diharapkan ia akan bisa menjadi penerang bagi sesamanya. Kemudian nama Beliau yang terakhir adalah Bandono, bandono atau bandana disini berarti pengikat. Dalam pemahaman jawa, diaharapkan yang menyandang nama tersebut dapat menjadi pengikat. Maka tidak ada kesenjangan sosial diantaranya. Serta diharapkan agar bisa mengayomi sesamanya. Selain pemaknaan nama seperti yang telah Beliau jelaskan, Beliau pun memaknainya bahwa untuk menjadi penerang maka dekatlah dengan yang memiliki cahaya dari sang surya tersebut.
Nama Gusti Raden Mas Suryo Bandono pun berganti menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger setelah Beliau disunat. Nama beliau pun memiliki arti yang luas. ‘Kanjeng’ disini adalah gelar untuk orang yang ditinggikan atau dilebihkan. ‘Gusti’ berarti bagusi ati. ‘Pangeran’ berarti mneunggu. ‘Haryo’ menunjukkan marga dan ‘puger’ berarti aturan. Beliau mengartikannya secara umum bahwa untuk menjadi keturunan darah biru, mereka tidak boleh semena-mena dalam bertindak. Mereka jusrtu memiliki aturan-aturan yang harus mereka patuhi.
Selain itu Beliau pun menjelaskan tentang arti kata “bangsawan” dengan bijak. Menurut Beliau kata ‘Bangsawan’ memiliki arti orang yang mau membantu serta peduli kepada sesamanya. Sehingga untuk menjadi bangsawan tidak perlu lahir dari keturunan ningrat. Semua bisa menjadi bangsawan jika mereka mau membantu sesamanya.
B.     Adat Jawa
Adat jawa merupakan suatu kebiasaan yang sifatnya turun-temurun dari masyarakat terdahulu. Sebagian dari masyarakat Jawa masih menjalankan tradisi atau adat yang berlaku serta dipelopori oleh masyarakat jawa. Disisi lain, banyak masyarakat jawa yang berangsur-angsur meningggalkan kebiasaan moyang mereka. Kebiasaan, adat serta ritual masyarakat Jawa ini ternyata syarat akan makna dan filosofi. Misalkan saja suatu ritual yang jawa yang menggunakan ‘ingkung’ sebagai simbol jika mereka akan melakukan sesuatu kegiatan besar.
Gusti Haryo Puger menjelaskan bahwa ‘ingkung’ merupakan simbol dari adanya manusia. Bentuk penyajian ‘ingkung’ sendiri unik. Bentuk ‘ingkung’ tersebut seperti orang yang sujud. Ingkung disini berarti manusia hakikatnya tidak memiliki daya apapun dan mereka masih mengharap pertolongan serta harus mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Selain itu, ada pula ritual atau adat jawa yang mewajibkan adanya ‘jajanan pasar’ dalam suatu kegiatan. ‘jajanan pasar’ disini memiliki arti ‘reno-reno’, maksudnya adalah bermacam-macam. Biasanya ‘jajanan pasar’ disajikan untuk dibagikan pada saat ulangtahun, atau bertepatan pada tiron atau weton mereka. Kata bermacam-macam disini berarti bahwa, masih banyak yang bisa kita pilih dalam menjalani kehidupan. Gusti Puger pun menjelaskan arti dibalik jenang abang putih dalam adat jawa. Jenang abang disini berarti simbol dari nafsu. Abang yang berarti merah dan putih berarti putih. Merah adalah simbol dari keburukan dan putih adalah kebaikan. Selain untuk ritual selamatan orang yang akan melahirkan dengan membagi-bagikannya kepada tetangga, jenang abang pun sering ditemui dalam masyarakat jawa sebagai sesaji dalam ritual pernikahan dan kematian.


Sistem suku atau kerajaan saat ini telah berubah menjadi sistem birokrasi. Sistem yang dulu dipimpen oleh seorang raja, kini berubah menjadi sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang presiden. Semakin berjalannya waktu, keberadaan keraton semakin meredup. Banyak dari masyarakat terutama para generasi muda tidak mengenal keberadaan serta kejayaan keraton-keraton sebagai pusat pemerintahan pada masa silam. Ini yang dikecewakan oleh Kanjeng Gusti Haryo Puger menghadapi situasi perkembangan jaman yang justru menjauhkan para generasi muda dari budaya serta sejarah. Gusti Puger pun mengungkapkan kekecewaannya atas perubahan para pejabat yang berasal dari keraton. Beliau melihat adanya rasa ketidakpedulian lagi atas keraton yang telah mendidik moral mereka.







 Budaya merupakan warisan yang sudah seharusnya dijaga dan dilestarikan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya dan berani mempertahankan budayanya dalam situasi apapun.
Keraton adalah suatu simbol kejayaan yang pernah dimiliki oleh bangsa. Jika kita mau melihat lebih dalam lagi, kekuasaan keraton melebihi kekuasaan bangsa indonesia saat ini. maka sudah sepantasnya kita menjaga serta menjaga keutuhan saksi kejayaan tersebut. Sebagai generasi muda sudah semestinya jika kita lebih merbangga diri atas cipta, rasa, karsa budaya yang kita miliki. Banyak pelajaran hidup yang dapat kita petik dalam setiap budaya yang tercipta.

Penulis hanya bisa memberikan penyajian sebatas kemampuannya. Sehingga hanya satu yang diharapkan oleh penulis, laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca untuk melihat sejarah lebih dalam serta tetap menjadi pembelajar serta pembaca sejati. Satu ungkapan yang berhasil dikutip oleh penulis
“ Mencari ilmu itu sampai ke liang lahat, maka jika kita belum masuk ke liang lahat, berarti kita belum pandai
_Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger

0 comments:

Posting Komentar