Selasa, 04 Februari 2014
Pengagum Langit
Masih sulit akhiri rasa penuh taburan bintang ini pada Langit. kau selalu muncul meski tak sedikitpun berniat tuk mengingat. Setidaknya itu yang terjadi. Hai Langit, tak ingat lagi kapan aku mulai bertatap muka dan berkenalan dengan tulisan-tulisanmu. Tulisan-tulisanmu persis dengan dirimu yang bertabur galaksi. Indah, aku kagum. Ini konyol, selanjutnya aku jatuh hati pada mereka di dunia maya. Hingga kini aku masih tak dapatkan secercah jawab mengapa dan bagaiman ini bisa bermula. Kau tahu, aku hanya mengenalmu dari komposisi apik hasil jemarimu yang menari-nari. Aku percaya hatimu tercermin sudah dalam tulisan-tulisanmu. Tentang mengenang pertemuan, mungkin cukup magis untuk dipahami. Aku selalu percaya jika tak ada yang kebetulan didunia ini. senang dan bersyukur sekali mengenalmu.
Bagaimana aku hanya menatap ke satu arah, yaitu kau setelah aku mengenalmu. Kau ikut andil torehkan peta penuh warna dalam kanvas hidupku. Dengan segumpal pemahaman serta kucuran lembut hati, kau menulis. Kau pun menyeretku untuk memulai untuk menulis. Kau mungkin tak mengetahui hal ini, kan? Tapi aku percaya, aku bukan satu-satunya yang terseret untuk menulis hasil hipnotis tulisanmu. Terimakasih sudah menulis, Langit. Jangan kurangi terlebih hilangkan semburat semburat awan mempesona yang hiasi jemarimu untuk menuliskan hal luar biasa. Hai Langit, kau tak perlu risau akan hati yang tersayat, kau telah tau obat penyembuhnya. Tersenyumlah.
Ini mungkin hal yang lebih konyol dari sekedar terpesona oleh tulisan-tulisanmu. Aku mulai menyukaimu, langit. Pengarang kisah-kisah pengalih perhatianku. Aku tak mengerti. Aku minta maaf, Langit. Tak seharusnya membeli bunga beserta pemiliknya. Sekali lagi aku tidak mengerti. Melarikan diri dan menekan perasaan dalam-dalam ternyata sakit. Lama-lama jemariku melayang merangkai puisi. Kau mungkin tak mengetahuinya, kan? Aku masih belum tau siapakah puisi-puisiku itu, Langit. Tetapi jika aku boleh memaksa pemilik puisi terindah, aku ingin Kau puisi-puisiku itu.
Langit, aku minta maaf aku masih menyimpanmu. Satu, aku percaya tak ada yang kebetulan di dunia ini. Dua, aku bersyukur bertemu denganmu. Tiga, kau gerakkan tanganku untuk menulis. Dan yang pasti aku tak perlu risau hatiku tersayat, aku sudah tau penyembuhnya.
ANS.04.02.14