Entah dengan apa dan sampai kapan pesan ini akan tersampaikan.
Dedanuanan hijau tak lagi bisa menahan tetesan air hujan yang semakin
lama semakin deras. Aku tak perlu memuntahkan semua isi hati pada hati
yang berlubang. Karena mungkin gunung sudah bersepakat untuk tetap setia
bersama pepohonan jika tanah masih pancarkan pesonanya. Bukan berarti
kasuari yang bertengger itu tidak bosan melihat warna bulunya yang
sedari dulu sulit untuk berubah. Angin malam sulit selimuti rona masam
gadis desa yang senyum sedikit memaksa saat sang pageran datang. Ia
terperanjat oleh rasa yang tak mungkin lagi bisa ia simpan terlalu lama.
Semburat sinar yang terpancar dari celah-celah
pepohonan adalah rona tersembunyi sang rembulan itu wahai malam. Malam
ini desa begitu ramai, begitu ceria. Entah dengan apa dan sampa kapan
pesan ini akan tersampaikan. Bagai seikat bunga melati semerbak dalam
hati selimuti lamunan. Masih belum bisa lahir dan batin ini menerima apa
yang tak lama terjadi. Aku yakin Tuhan tak akan pernah bebankan seiris
roti untuk semut dalam satu kali angkutan. Jika semua wajah itu mulai
terlukis kembali, mungkin aku tak lagi ingin warna itu terhapus dalam
ingatan.
Secangkir kopi mungkin sudah cukup untuk
menawar rindu yang semakin lama akan semakin terkikis. Keyakinan bukan
untuk diucapkan. Cukup hati yang tahu dan mendengarnya. Apakah ini adil,
merindukan seseorang tanpa kita tahu apakah ia merindukan kita. Sangat
dingin dan beku rasa hati yang sulit untuk dipahami.
Engkau muncul
disetiap warna pelangi di lorong-lorong mimpiku. Sayup mata teduh
menentramkan. Senyum hangatmu wahai pangeran impian, hangatkan jiwa
merindu ini. ternyata jarak tak sanggup hapus bayangmu dalam belantara
anganku.
Dampit, Juli 2013
beterbangan diatas keyboard