RSS

Sabtu, 02 Maret 2013

Aurora dalam Gelap

Entah dengan apa dan sampai kapan pesan ini akan tersampaikan. Dedanuanan hijau tak lagi bisa menahan tetesan air hujan yang semakin lama semakin deras. Aku tak perlu memuntahkan semua isi hati pada hati yang berlubang. Karena mungkin gunung sudah bersepakat untuk tetap setia bersama pepohonan jika tanah masih pancarkan pesonanya. Bukan berarti kasuari yang bertengger itu tidak bosan melihat warna bulunya yang sedari dulu sulit untuk berubah. Angin malam sulit selimuti rona masam gadis desa yang senyum sedikit  memaksa saat sang pageran datang. Ia terperanjat oleh rasa yang tak mungkin lagi bisa ia simpan terlalu lama.

Semburat sinar yang terpancar dari celah-celah pepohonan adalah rona tersembunyi sang rembulan itu wahai malam. Malam ini desa begitu ramai, begitu ceria. Entah dengan apa dan sampa kapan pesan ini akan tersampaikan. Bagai seikat bunga melati semerbak dalam hati selimuti lamunan. Masih belum bisa lahir dan batin ini menerima apa yang tak lama terjadi. Aku yakin Tuhan tak akan pernah bebankan seiris roti untuk semut dalam satu kali angkutan. Jika semua wajah itu mulai terlukis kembali, mungkin aku tak lagi ingin warna itu terhapus dalam ingatan.

Secangkir kopi mungkin sudah cukup untuk menawar rindu yang semakin lama akan semakin terkikis. Keyakinan bukan untuk diucapkan. Cukup hati yang tahu dan mendengarnya. Apakah ini adil, merindukan seseorang tanpa kita tahu apakah ia merindukan kita. Sangat dingin dan beku rasa hati yang sulit untuk dipahami.
Engkau muncul disetiap warna pelangi di lorong-lorong mimpiku. Sayup mata teduh menentramkan. Senyum hangatmu wahai pangeran impian, hangatkan jiwa merindu ini. ternyata jarak tak sanggup hapus bayangmu dalam belantara anganku.




Dampit, Juli 2013
beterbangan diatas keyboard